FOKUS CSR | Mengubah Limbah Jadi Berkah di Kancah Ekspor Global
August 07, 2025
FOKUS CSR | Mengubah Limbah Jadi Berkah di Kancah Ekspor Global
August 07, 2025
Apa jadinya jika limbah kelapa yang setiap hari dibakar ternyata menyimpan potensi ekonomi luar biasa? Berkat tangan dingin Rusni Pebriyanti, warga Saloloang kini mampu mengubah sabut kelapa menjadi produk ekspor. Lewat koperasi dan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang berpadu, kisah ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan besar bisa dimulai dari desa.
Kembali pulang demi mimpi
Tahun 2016 menjadi titik balik bagi Rusni Pebriyanti. Setelah bertahun-tahun merantau ke Jakarta, wanita kelahiran tahun 1975 ini memutuskan kembali ke kampung halamannya di Kelurahan Saloloang, Kecamatan Penajam, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Kampung halaman Rusni cukup populer karena menjadi lokasi wisata Pantai Tanjung Jumlai.
Kondisi geografis wilayah pesisir menjadikan Tanjung Jumlai mudah untuk ditumbuhi pohon kelapa. Masyarakat setempat memanfaatkan buah kelapa untuk dijual sebagai minuman ataupun diolah menjadi bahan masakan lain. Setiap selesai panen kelapa, menyisakan pemandangan sabut kelapa yang menggunung kemudian dibakar. Tak heran, karena masyarakat setempat hanya memanfaatkan buah kelapa bagian dalamnya saja.
Pada saat itu, sudah ada satu pabrik pengolah sabut kelapa di Tanjung Jumlai yang dimiliki oleh perseorangan. Namun, perbandingan jumlah pabrik dengan bahan baku yang ada tidak mampu menyelesaikan permasalahan limbah sabut kelapa di kampungnya.
Kondisi inilah yang menggugah hati Rusni. “Ketika saya kembali ke kampung halaman, saya hanya melihat asap dan tumpukan sabut terbakar,” kenangnya. Namun, dari keprihatinan itu lahir sebuah visi: menjadikan limbah sebagai sumber berkah. Tak lama kemudian, bagai gayung bersambut Rusni mendapatkan tawaran untuk bekerja di pabrik pengolahan sabut kelapa tersebut.
Dari sanalah ia mulai mempelajari proses produksi secara menyeluruh mulai dari pemilahan bahan baku, pengolahan cocofiber dan cocopeat, hingga pengemasan dan distribusi. Ia juga memahami tantangan teknis dan kebutuhan pasar yang masih terbuka luas.
Berbekal pengalaman itu, ia memberanikan diri untuk memulai usaha sendiri. Empat tahun kemudian, ia mendirikan Koperasi Kriya Inovasi Mandara (KIM) di Kelurahan Saloloang sebagai wadah pemberdayaan dan produksi. Visi besarnya mengubah sabut kelapa menjadi produk bernilai guna sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi warga sekitar.
Dari limbah menjadi produk ekspor
Melalui KIM, sabut kelapa yang sebelumnya terbuang kini diolah menjadi cocopeat dan cocofiber. Cocofiber adalah serat panjang yang biasa digunakan untuk produk industri seperti keset, jok kendaraan, dan tali tambang. Sedangkan cocopeat, berupa partikel halus sisa pengolahan sabut, berfungsi sebagai media tanam yang ramah lingkungan dan menyerap air dengan baik.
Produk cocofiber kini telah berhasil menembus pasar ekspor, sementara cocopeat dipasarkan untuk kebutuhan hortikultura melalui kerja sama dengan investor lokal. Saat ini, KIM telah memberdayakan lebih dari 20 ibu rumah tangga sebagai mitra pengrajin—sebagian di antaranya adalah janda dan lansia.
Kolaborasi dalam Program PUSAKA
Pada tahun 2022, terobosan besar hadir lewat kolaborasi dengan PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) melalui program CSR bertajuk PUSAKA (Pemanfaatan Ulang Sabut Kelapa). Salah satu inovasi yang diluncurkan oleh program ini adalah memperkenalkan mesin ramah lingkungan untuk meningkatkan kapasitas produksi serta mendorong diversifikasi produk.
Program PUSAKA merupakan bagian dari komitmen PHKT dalam mendukung pengembangan ekonomi masyarakat berbasis potensi lokal dan prinsip keberlanjutan. Melalui PUSAKA, PHKT tidak hanya menyediakan bantuan berupa mesin pengolah sabut kelapa yang lebih ramah lingkungan dan efisien, tetapi juga melakukan pendampingan intensif kepada Koperasi KIM—mulai dari pelatihan teknis, manajemen usaha, hingga pengembangan jejaring pasar.
Tak berhenti di situ, PHKT secara aktif melakukan monitoring dan evaluasi atas perkembangan program, memastikan bahwa setiap bantuan yang diberikan benar-benar memberikan manfaat jangka panjang bagi penerima manfaat. Melalui pendekatan kolaboratif, PHKT ingin mendorong terciptanya ekosistem usaha lokal yang mandiri, inovatif, dan berdampak luas bagi masyarakat.
Bagi PHKT, Program PUSAKA tidak hanya soal mengelola limbah, tapi juga menjadi wujud nyata dari peran perusahaan dalam mendorong transformasi sosial dan ekonomi masyarakat Penajam Paser Utara. Dengan tagline “Empowering Local Commodity, Enriching Community”, program PUSAKA hadir di Kelurahan Saloloang—daerah pesisir dengan potensi kelapa melimpah, namun sebelumnya belum tergarap optimal. Inisiatif ini tak hanya berkontribusi terhadap ekonomi lokal, tetapi juga mengurangi praktik pembakaran limbah yang berdampak negatif pada lingkungan.
Melalui program PUSAKA, Rusni sendiri tak hanya fokus pada produksi. Ia ingin agar usaha ini juga menciptakan dampak sosial yang luas. Karena itu, ia merancang model kemitraan rumah tangga, memberikan pelatihan keterampilan kepada ibu-ibu di Saloloang, dan membangun jaringan pengrajin kriya sabut kelapa.
Hingga 2023, tercatat 108 ton limbah sabut kelapa berhasil dimanfaatkan dari total potensi 360 ton per tahun. Perubahan besar mulai terlihat: dari kebiasaan membakar limbah, warga kini aktif mengolahnya menjadi sumber pendapatan.
Menuju pasar global
Cita-cita Rusni tak berhenti di tingkat lokal. Ia bermimpi membawa produk sabut kelapa dari Saloloang menembus pasar dunia. Langkah awal telah ia tempuh, tepatnya pada 2023, Rusni lolos seleksi sebagai peserta program Export Kaltimpreuners—inisiatif pelatihan ekspor hasil kerja sama Bank Indonesia dan Hindra Soe Consulting (HSC).
Dengan semangat belajar yang tinggi, Rusni aktif mengikuti pelatihan, dari manajemen koperasi, UMKM naik kelas, hingga pelatihan public speaking. Ia juga menjalin kemitraan strategis dengan berbagai pihak, termasuk Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Perindagkop) serta komunitas UMKM lokal. Selain fokus pada pengolahan produk, Rusni juga aktif menggali ide-ide kreatif bersama mitra binaan.
Ia menyadari bahwa masih banyak potensi inovasi turunan dari sabut kelapa yang bisa dikembangkan lebih lanjut. Tantangan dalam pemasaran dan keterbatasan kreativitas masyarakat pun coba diatasi melalui berbagai sesi diskusi serta pelatihan rutin di koperasi.
Rusni juga menyadari bahwa keberlanjutan usaha harus dibangun sejak dini. Ia mulai melibatkan generasi muda dalam pengelolaan sabut kelapa, di antaranya melalui pelatihan dengan Karang Taruna. Ia juga melakukan sosialisasi ke komunitas koperasi dan UMKM untuk memperluas jejaring dan menumbuhkan minat terhadap industri ramah lingkungan ini. “Saya ingin produk lokal ini bisa menjadi kebanggaan daerah, dan masyarakat kita bisa tumbuh bersama lewat usaha yang memberdayakan,” ungkap Rusni.
Apa yang dirintis Rusni bukan sekadar usaha kecil, melainkan gerakan perubahan. Lewat sabut kelapa, ia membuktikan bahwa limbah bisa menjadi sumber daya yang menyejahterakan. Bersama KIM dan Program PUSAKA, Rusni Pebriyanti menyalakan api harapan dari tumpukan sabut kelapa yang dulu hanya dianggap sampah.
Bagi PHKT, keberhasilan Program PUSAKA bukan semata soal pengelolaan limbah atau pencapaian ekonomi komunitas, tetapi juga bukti nyata bahwa kemitraan yang sejajar antara perusahaan dan masyarakat dapat menciptakan perubahan berdampak. Melalui pendekatan yang partisipatif dan berbasis potensi lokal, PHKT terus berkomitmen untuk menjadi mitra pembangunan berkelanjutan yang menghadirkan manfaat langsung bagi masyarakat, lingkungan, dan masa depan Kalimantan Timur.