LIPUTAN UTAMA | Berpikir Strategis, Menjaga Profitabilitas Lewat Investasi yang Terukur (Bagian 2)
August 07, 2025
LIPUTAN UTAMA | Berpikir Strategis, Menjaga Profitabilitas Lewat Investasi yang Terukur (Bagian 2)
August 07, 2025
Menjaga keberlanjutan melalui eksplorasi strategis
Dalam menghadapi tantangan keberlanjutan produksi migas, VP Exploration PHI, Sri Hartanto, menegaskan bahwa eksplorasi memainkan peran krusial sebagai sustainability engine perusahaan. “Kalau kita tidak melakukan eksplorasi, maka reserve to production ratio (R to P) kita akan turun terus. Artinya, kita sedang memakan tabungan,” ujar Sri membuka percakapan. Saat ini R to P PHI tercatat kurang dari empat tahun, dengan produksi sekitar 110 ribu BOEPD yang menguras sekitar 40–50 MMBOE per tahun. Kondisi ini mempertegas tantangan untuk menambah cadangan baru, apalagi di tengah tekanan arus kas, serta kebutuhan investasi yang juga dialokasikan untuk mendukung berbagai program prioritas perusahaan lainnya. “Eksplorasi sangat menantang karena area wilayah kerja terbatas, kondisi bawah permukaan (subsurface) kompleks seperti overpressure, hingga waktu pengeboran yang lebih lama dan mahal. Padahal kita juga dituntut efisiensi,” jelasnya.
Menjawab tantangan tersebut, eksplorasi PHI kini diarahkan melalui strategi yang lebih pragmatis, sejalan dengan prinsip profitable investment, yaitu investasi yang mempertimbangkan nilai keekonomian secara cermat dan terukur. Fokus diberikan pada prospek yang dekat dengan fasilitas existing (near facility play) untuk mempercepat monetisasi dan mengurangi kebutuhan investasi infrastruktur. Strategi ini juga dikombinasikan dengan prospek yang jauh namun memiliki potensi sumber daya besar.
Untuk tahun 2025, ditargetkan tiga sumur eksplorasi, salah satunya telah selesai dilakukan pengeboran. Pendekatan pun bergeser dari survei seismik skala besar ke metode yang lebih fit for purpose, memanfaatkan data existing, reinterpretasi, hingga metode seperti passive seismic dan teknologi artificial intelligence untuk percepatan evaluasi. “Kita juga lebih banyak mengandalkan studi-studi reinterpretasi G&G dan inhouse study dengan dukungan expertise dari Subholding Upstream,” tambahnya.
Sri juga menyoroti integrasi Fungsi Exploration dengan fungsi-fungsi lain seperti Development & Drilling, Production & Operations, serta Zona. Portofolio kini disusun tidak hanya berdasarkan potensi teknis, tapi juga kebutuhan quick win dan kesiapan monetisasi. Salah satunya prospek ‘Sisi Putih’ di Mahakam, yang dulunya zona hazard loss, kini dievaluasi ulang dengan hasil menjanjikan. “Kalau ini berhasil, kita bisa dapat tambahan 15-20 MMBOE tanpa perlu membangun fasilitas baru. Biaya jauh lebih murah, dan bisa langsung diproduksikan,” jelasnya.
Gas tetap menjadi portofolio penting, terutama untuk suplai LNG Bontang yang saat ini memiliki kapasitas idle. “Pembuktian sumur eksplorasi tetap harus dilihat keekonomian dan risikonya. Potensi minyak tetap dikejar, tapi untuk gas, khususnya di Kalimantan, ini sangat strategis,” tegasnya. Dengan strategi yang makin terarah dan SDM eksplorasi yang kompeten, Sri optimis terhadap peluang baru ke depan. “Dengan dukungan top management dan kekuatan kolaborasi di Regional 3 Kalimantan, kita sudah punya temuan seperti Manpatu. Ke depan, akan terus muncul inovasi dan temuan-temuan eksplorasi yang signifikan,” pungkasnya sebagai penutup.
Menjaga keberlanjutan melalui inovasi dan transformasi digital
Seiring terus dijalankannya eksplorasi dengan prinsip kehati-hatian dan investasi yang berorientasi profitabilitas, tantangan berikutnya berada pada proses transformasi sumber daya potensial menjadi produksi aktual. Di titik inilah, peran Fungsi Development & Drilling menjadi sangat krusial.
Mengemban tanggung jawab tersebut, Reza Rinaldi Zein selaku VP Development & Drilling Regional 3 Kalimantan menegaskan pentingnya strategi pengeboran yang tidak hanya agresif secara jumlah, tetapi juga efisien dan terukur dalam menciptakan nilai. “Target kita tahun ini 166 sumur, realisasi kita sampai akhir tahun diperkirakan 180-an,” ungkapnya. Capaian ini bukan sekadar angka, melainkan hasil dari pemilihan sumur secara strategis dengan mempertimbangkan keekonomian jangka panjang, kompleksitas teknis, serta potensi kontribusi terhadap portofolio Perusahaan.
Lebih lanjut, pendekatan yang diterapkan timnya mengusung prinsip teknikal selektif. Artinya, Regional 3 Kalimantan tidak lagi berfokus mengejar volume semata, melainkan mengevaluasi setiap prospek berdasarkan nilai tambah dan economic return yang dihasilkan. “Kita tidak bisa bor semua yang mungkin bisa dibor. Harus ada seleksi yang disiplin,” tambahnya.
Strategi ini diperkuat dengan penerapan sistem batch drilling, yaitu metode pengeboran beberapa sumur dari satu lokasi secara berurutan. Praktik ini terbukti menurunkan non-productive time hingga 30%, mengurangi waktu mobilisasi rig, serta secara signifikan menekan biaya per sumur.
Namun efisiensi bukan hanya di atas kertas. Implementasinya didukung sinergi nyata dalam kerangka borderless operation di Regional 3 Kalimantan. Kolaborasi antarwilayah kerja seperti antara PHSS dan PEP di Zona 9, memungkinkan tim berbagi rig, logistik, hingga SDM tanpa sekat administratif. “Tim kami sudah tidak pakai topi entitas lagi. Kita tidak lagi bicara ‘ini sumur siapa’, tapi ‘apa yang paling optimal untuk Regional’,” ujar Reza.
Langkah ini juga tak lepas dari dukungan transformasi digital. Regional 3 Kalimantan telah mengembangkan berbagai sistem pemantauan real time seperti dashboard cost per well, footage drilled, dan rig NPT, yang kini menjadi alat utama pengambilan keputusan di lapangan. Predictive modeling berbasis data pengeboran sebelumnya juga makin diandalkan untuk menentukan desain sumur yang optimal dan menghindari kesalahan teknis yang mahal.
Keberhasilan di sisi teknis tak berarti tanpa tantangan. Salah satunya adalah siklus pengadaan yang panjang berisiko menghambat kelancaran program pengeboran jika tidak dipersiapkan sejak jauh hari. “Kalau tidak kita siapkan sekarang, 2026 bisa bolong,” tegas Reza, menggarisbawahi pentingnya pipeline proyek yang berkelanjutan.
Tantangan lainnya adalah ketersediaan SDM pengeboran yang berpengalaman. Bagi Reza, Fungsi Development & Drilling adalah medan yang membutuhkan perpaduan antara kompetensi teknis, ketahanan mental, manajemen biaya, dan koordinasi multidisiplin. Oleh karena itu, pengembangan talenta dan pembentukan drilling team yang solid menjadi agenda strategis, agar transformasi energi tidak hanya menjadi agenda korporasi, tapi juga menjadi budaya kerja yang tertanam di setiap Perwira Regional 3 Kalimantan.
Membangun efisiensi sebagai budaya, menjalankan produksi dengan kolaborasi
Efisiensi bukanlah tujuan akhir, melainkan fondasi bagi keberlanjutan. Demikian benang merah yang menghubungkan strategi pengembangan sumur baru dengan operasionalisasi produksi migas sehari-hari di PHI–Regional 3 Kalimantan. Keberanian untuk mengebor, dengan tetap memperhitungkan keekonomian dan risiko, menjadi kunci membuka potensi baru dalam wilayah kerja. Reza Rinaldi Zein, selaku VP Development & Drilling, juga menekankan pentingnya sinergi lintas fungsi dalam proses selanjutnya. “Drilling bukan kerja sendiri. Tanpa dukungan yang kuat dari operation, support, sampai SCM, semua akan stuck. Yang menyatukan itu adalah mindset,” ujarnya. Mindset efisiensi dan kejelasan arah, itulah benih yang juga ditumbuhkan hingga ke tahap produksi.
Dalam konteks ini, Achmad Jamaludin Perdana, VP Production Operations, membawa perspektif strategis dari sisi pengelolaan produksi dan fasilitas operasi. Baginya, efisiensi adalah way of life. “Efisiensi harus dilakukan dari hal yang terkecil, seperti konsumsi rapat, sampai hal yang besar, seperti perubahan desain ke arah yang tepat guna, atau disebut sebagai “good enough engineering” atau fit for purposes, tetapi tentu saja safety dan integrity menjadi pertimbangan utama yang tidak boleh terlupakan. Di wilayah operasi, setiap inisiatif yang tak berdampak langsung pada keberlanjutan kenaikan produksi serta memerlukan biaya operasional yang besar, kita review ulang. Kita ini berada di medan tempur keekonomian yang menuntut kecermatan dan ketepatan pada setiap langkah yang memerlukan biaya ,” ungkapnya dengan lugas.
Salah satu transformasi mendasar yang dilakukan Regional 3 Kalimantan adalah membangun ekosistem produksi berbasis kolaborasi. Di tengah area wilayah kerja yang tersebar, infrastruktur produksi dikelola dengan prinsip borderless operation, menghapus sekat antarzona, dan membuka peluang sinergi antar-WK yang selama ini berjalan terpisah. Contoh konkretnya adalah pemanfaatan production sharing facilities, pipa, jetty, tug boat, hingga sentralisasi sistem pemrosesan yang memungkinkan beberapa WK saling berbagi akses infrastruktur, menurunkan kebutuhan investasi baru, dan mempercepat respon operasional.
Inovasi dan kreativitas yang diharapkan ini bukan semata soal teknis. Di baliknya terdapat kerja kolaboratif antara fungsi pemeliharaan, operasi, SCM, hingga keuangan dan teknologi informasi.
Lebih jauh, strategi efisiensi energi dijalankan dengan pendekatan yang realistis namun progresif. Penggunaan teknologi diesel dual fuel (DDF) untuk kapal, pemanfaatan mini LNG untuk area terpencil, serta konversi solar ke gas, adalah bentuk nyata bahwa PHI–Regional 3 Kalimantan tidak hanya menjalankan bisnis migas secara konvensional. Kita berusaha mengurangi beban lingkungan sekaligus mendorong efisiensi energi dan biaya, sejalan dengan peta jalan (road map) transisi energi nasional.
Inovasi dan kreativitas yang diharapkan ini bukan semata soal teknis. Di baliknya terdapat kerja kolaboratif antara fungsi pemeliharaan, operasi, SCM, hingga keuangan dan teknologi informasi.
Upaya-upaya tersebut menunjukkan bahwa efisiensi bukan hanya jargon yang berhenti di presentasi. Ia menjelma menjadi praktik harian: dari bagaimana sistem kontrol energi disetel, sampai bagaimana safety stock dipantau dan dikendalikan secara ketat agar tidak menimbulkan pemborosan. “Kalau dulu, 30 orang datang ke lokasi bisa bawa 30 ide. Sekarang, kita duduk bersama untuk satu tujuan: bagaimana jaga lifting, jaga biaya. It’s not about what you do, but what value it gives,” jelasnya sambil menambahkan bahwa koordinasi antarentitas di Regional 3 Kalimantan kini semakin seamless.
Pada akhirnya, operasi migas yang efisien tidak hanya bicara tentang penghematan atau pengurangan biaya. Lebih dalam dari itu, ia mencerminkan transformasi kultur kerja. Sebuah proses yang mengajarkan bahwa bekerja cerdas bukan hanya untuk menjaga performa perusahaan, tapi juga sebagai bentuk tanggung jawab kolektif terhadap masa depan energi negeri.
Meneguhkan fondasi: kolaborasi, teknologi, dan talenta sebagai kunci ketahanan bisnis
Jika efisiensi adalah semangat di medan operasi, maka fondasi yang membuat semangat itu tumbuh dan bertahan berasal dari cara sebuah organisasi membangun sistem pendukungnya. Di balik kelincahan operasional dan keberanian teknis, ada peran senyap namun krusial yang dimainkan Fungsi Business Support. Di Regional 3 Kalimantan, arah besar dukungan itu digerakkan oleh Farah Dewi, VP Business Support PHI.
Bagi Farah, tantangan operasional tidak bisa dihadapi dengan pendekatan konvensional. “Operasi akan stagnan tanpa sistem pendukung yang agile. Kita butuh orang yang cepat belajar, proses yang luwes, dan sistem yang bisa diandalkan,” ungkapnya dalam diskusi. Perspektif ini menggerakkan transformasi besar di internal: dari bagaimana sistem pengadaan dibangun lebih efisien, teknologi dimanfaatkan lebih adaptif, hingga bagaimana SDM diberdayakan untuk menjadi bagian aktif dari inovasi.
Dalam sistem pengadaan, misalnya, ia memimpin akselerasi digitalisasi melalui platform e-procurement yang makin terintegrasi dengan data kebutuhan lapangan secara real time. Ini mengurangi gap antara rencana dan eksekusi serta meminimalisasi potensi kelebihan stok maupun keterlambatan distribusi material. Mekanisme persetujuan juga disederhanakan tanpa mengorbankan prinsip tata kelola yang baik. Tujuannya jelas: agar kecepatan operasional tidak terhambat birokrasi internal.
Namun menurutnya, teknologi hanyalah alat. Tanpa SDM yang adaptif, semua akan kembali pada pola lama. Maka sejak awal ia menanamkan prinsip bahwa human capital bukan hanya support function, tetapi strategic enabler. “Pengembangan SDM itu bukan rutinitas. Kita tanamkan mindset bahwa setiap Perwira bukan hanya pelaksana, tapi inovator. Maka tools-nya juga harus berubah,” jelasnya.
Dalam dua tahun terakhir, sistem pelatihan internal didesain ulang agar lebih relevan dengan kebutuhan lapangan. Program yang dikembangkan mencakup coaching dan mentoring untuk engineer, analyst, officer, dan supervisor muda; pelatihan kepemimpinan digital; serta inisiatif khas Regional 3 Kalimantan berupa mentoring lintas fungsi, seperti Program MAST3R (Mentoring and Area Skill Transfer for Effective Acceleration) yang mulai diimplementasikan pada 2024 sebagai standar baru dalam menyiapkan talenta menghadapi tantangan masa depan. Fokus pengembangan talenta tidak hanya pada aspek keterampilan teknis, tetapi juga mencakup agility, sense of ownership, dan growth mindset.
Sejalan dengan penguatan kapasitas SDM, transformasi digital menjadi katalis penting dalam membentuk sistem kerja yang lebih adaptif dan berbasis data. Salah satu kebijakan signifikan adalah mendorong penguatan peran Fungsi IT dalam merancang sistem kerja berbasis data.
Fungsi IT yang dulu cenderung reaktif kini menjadi mitra strategis dalam mendesain platform internal, mulai dari dashboard performance, data analytics operasional, hingga sistem evaluasi proyek berbasis digital. “Transformasi digital kita tidak besar-besaran, tapi tepat sasaran. Tidak harus semua paperless, tapi semua harus impactful,” ujarnya tegas.
Sebagai tulang punggung Business Support, pendekatan yang dibangun oleh Farah dan tim adalah sinergi progresif: memperkuat proses tanpa memperlambat, mendorong inovasi tanpa melupakan tata kelola. Salah satu contohnya adalah implementasi sistem logistik bersama antar-WK dan antarentitas yang memungkinkan pemanfaatan gudang dan transportasi. Praktik ini tidak hanya menekan biaya logistik, tetapi juga memperkuat kolaborasi.
Lebih dari sekadar mendukung, peran Business Support di PHI-Regional 3 Kalimantan hari ini telah naik kelas: menjadi mitra strategis dalam setiap keputusan penting Perusahaan. Di tengah tekanan keekonomian, mereka lah yang membantu menyeimbangkan urgensi efisiensi dengan kebutuhan pertumbuhan.
Melalui digitalisasi, penguatan pengadaan, serta pengembangan SDM, mereka menegaskan bahwa ketahanan bisnis bukan hanya diukur dari jumlah barel yang diproduksi, tapi juga dari kesiapan sistem pendukungnya untuk tumbuh, berubah, dan bertahan.
Menyatukan langkah, memperkuat visi keberlanjutan
Dari harapan Komisaris Utama PHI, Meidawati, yang menekankan pentingnya ketangguhan kolektif, hingga arahan Direktur Utama, Sunaryanto, yang menegaskan pentingnya investasi yang berorientasi profitabilitas selaras dengan tantangan dan arah bisnis global, kita melihat benang merah yang sama: keberlanjutan tidak lagi sekadar target, tapi menjadi fondasi dari setiap langkah dan keputusan.
Melalui uraian komprehensif yang disampailan oleh jajaran VP, dari eksplorasi yang menjanjikan harapan baru, pengeboran yang dipacu dengan presisi, efisiensi produksi yang ditata ulang, hingga sistem pendukung yang ditransformasi secara digital, PHI-Regional 3 Kalimantan meyakini bahwa strategi investasi berbasis profitabilitas dan kehati-hatian bukan berarti pasif, melainkan bentuk pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan berorientasi masa depan.
Penerapan borderless operation, sinergi antar-WK, optimalisasi kontrak, pemanfaatan data dan teknologi, hingga pengembangan SDM berbasis tantangan masa depan, semua itu bukan sekadar inisiatif. Mereka adalah perwujudan dari kultur baru yang sedang dibangun, kultur yang kolaboratif, berbasis nilai, dan sadar akan dinamika global. Dalam ekosistem yang makin kompleks, keberhasilan tidak bisa lagi digantungkan pada satu fungsi saja, tapi ditentukan oleh kemampuan kolektif untuk saling menguatkan dan bergerak dalam satu arah.
Investasi yang profitable, dalam kerangka ini, bukan hanya tentang memilih proyek, tetapi juga memilih cara berpikir. Ia menuntut keberanian untuk mengatakan “tidak” pada inefisiensi, dan komitmen untuk berkata “ya” pada inovasi. Ia menuntut kemampuan melihat gambaran besar, tanpa kehilangan detail. Dan yang paling penting: ia mengajak seluruh Perwira PHI untuk menjadi bagian dari perubahan, bukan hanya penonton dari transisi energi yang tengah berlangsung.
Dalam dunia yang bergerak cepat dan sumber daya yang semakin menipis, hanya mereka yang berpikir strategis dan bertindak cermat yang akan mampu bertahan dan tumbuh. PHI-Regional 3 Kalimantan, telah memilih jalur itu, jalur yang tidak selalu mudah, namun sarat makna. Dan dalam langkah-langkah penuh pertimbangan itu, harapan baru bagi ketahanan energi Indonesia mulai digagas. Tidak dengan gegap gempita, tetapi dengan strategi yang matang dan keberanian untuk berubah.