Proyek SMGS to RU V, Upaya Nyata PHM Wujudkan Ketahanan Energi Nasional

  April 26, 2021
Proyek SMGS to RU V, Upaya Nyata PHM Wujudkan Ketahanan Energi Nasional

  April 26, 2021

Proyek pasokan gas dari Wilayah Kerja (WK) Mahakam ke Kilang Pertamina Refinery Unit V (RU V) bernama South Mahakam Gas Supply to RU V (SMGS to RU V) telah terwujud dengan pengaliran gas secara aman sejak 17 Januari 2021. Peresmiannya terjadi pada 25 Februari 2021 secara daring, dihadiri oleh Wakil Kepala SKK Migas, Fatar Yani, Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno, Direktur Utama PHI, Chalid Said Salim, General Manager PHM, Agus Amperianto, General Manager PT Pertamina Hulu Kalimantan Timut (PHKT) Achmad Agus Miftakhurrohman, dan General Manager Kilang RU V Balikpapan, Eko Sunarno.  Energi Mahakam merangkum penuturan beberapa personil kunci yang setahun ini terlibat dalam proyek ini, yakni: Ignatius Wiradi (Project Manager), Fitri Maryanti (Project Control & Interface), Bangun Suryoputro (Contract Manager EPCIC-1), dan Ponco Kartiko (Contract Manager EPCIC-2).


Proyek ini bermula ketika Direktur Utama PT Pertamina (Persero) kala itu, Elia Masa Manik, bersurat ke Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral pada 13 April 2018 untuk meminta pasokan gas dari Anak Usaha Hulu Pertamina di Kalimantan Timur bagi Kilang Pertamina RU V Balikpapan, karena produksi gas dari WK East Kalimantan tak mencukupi kebutuhan. Untuk menutupi kekurangan pasokan, Kilang RU V Balikpapan terpaksa mengimpor LPG sebagai bahan bakar bagi kegiatan operasinya. 

Pada saat pengajuan pembahasan Operasi Pengembangan Lapangan Lapangan (OPLL) 1 bulan Juli 2019, John Anis (GM PHM kala itu) mengusulkan ke SKK Migas bahwa PHM menjajaki kemungkinan untuk berkontribusi dalam proyek ini dari Lapangan South Mahakam. Menilai potensi yang cukup besar ini, maka proyek ini masuk dalam Plan of Development (POD) OPLL 1, dan teknis persiapannya pun dimulai. Rapat SKK Migas dan Pertamina pada 27 Juli 2018 kemudian menyepakati penyaluran gas dari lapangan South Mahakam melalui fasilitas East Kalimantan milik PHKT. 

Pandemi COVID-19

Ketika kegiatan fisik proyek ini mulai berjalan, di awal Maret 2020 terjadi pandemi COVID-19, bertepatan dengan contract award untuk dua kontraktor lokal pemenang tender. PT Meindo Elang Indah menjadi kontraktor Engineering, Procurement, Construction, Installation, and Commissioning (EPCIC) 1 dengan tugas memodifikasi topside platform pada anjungan East Mandu (MD-1), Jempang Metulang (JM-1), dan Sepinggan-P (SPG-P) termasuk memasang gas receiver berkapasitas hingga 28 MMscfd. Sedangkan PT Timas, selaku kontraktor EPCIC-2 bertanggung jawab memasang pipa penghubung ukuran 10 inchi sepanjang 6,5 km.

Kondisi pandemi ini menuntut tim proyek untuk beradaptasi dengan cara bekerja dalam kondisi remote/daring. “Remote working environment ternyata workable,” kata Ignatius Wiradi atau yang akrab disapa Ignaz.  Ketika tim tak dapat bertemu secara fisik, sisi baiknya jadwal tim dalam berkoordinasi malah meningkat dua kali lipat, bahkan sering kali satu rapat harus disusul dengan rapat-rapat berikutnya, walau itu di akhir pekan, demi memastikan monitoring proyek berjalan dengan baik. Hal itu dibenarkan oleh Ponco Kartiko: “Bahkan saat offshore campaign dan operasi berjalan 24 jam, kami memonitor pekerjaan dari rumah.” Di lapangan, tim menempatkan dua orang Company Site Representative (CSR) yang bekerja secara back to back demi memastikan pekerjaan di lapangan berjalan sesuai rencana.  
Pada triwulan pertama, tim terkonsetrasi memastikan long lead item (LLI) tidak terhambat. “Kami memiliki 21 purchase order (PO) yang barangnya didatangkan dari beberapa negara dan terlambat tiba sebagai akibat lockdown yang terjadi di sejumlah negara,” kata Fitri Maryanti. Dampaknya, tim proyek harus melakukan rebaseline.   
Tantangan lain adalah berlaku pembatasan jumlah person on board yang bekerja di lokasi agar tidak terjadi penularan virus. Situasi ini mempengaruhi pengaturan jumlah orang yang bekerja di lokasi dan penyusunan jadwal kapal. “Perhitungan yang kami buat di awal terpaksa disesuaikan dengan ketentuan protokol kesehatan yang berlaku,” kata Bangun Suryoputro.

Proyek ini pada awalnya direncanakan dapat dijalankan dengan kondisi (mode) normal untuk menghindari risiko interface yang dampaknya terhadap cost bisa sangat tinggi, namun karena tuntutan optimasi, juga terjadi berbagai penyesuaian terutama dari sisi jadwal dan anggaran. “Contohnya, jadwal dipadatkan menjadi kurang dari 1 tahun dan anggarannya pun dioptimasi. Akibatnya, risiko pelaksanaannya menjadi lebih tinggi, belum lagi ditambah kondisi pandemi yang menambah kompleksitas di lapangan,” kata Ignaz. 

Namun terbukti Proyek SMGS to RU V ini mampu mendukung program Locomotive-8 

untuk optimasi dan efisiensi. Penghematan terutama pada hasil tender Engineering Procurement Construction (EPC) yang lebih rendah 20% dari Owner Estimation (OE), sehingga hanya dikeluarkan USD 25,1 juta dari anggaran (AFE) yang telah disetujui sebesar USD 27 juta.  Kemudian, efisiensi juga dicapai melalui pemantauan dengan ketat pada pelaksanaan interface pekerjaan oleh kedua kontraktor. “Kami menugaskan Interface Coordinator untuk menjaga agar tidak terjadi klaim-klaim yang mengakibatkan penambahan biaya,” jelas Ignaz. 
Aspek interface ini menjadi tantangan, antara lain karena sebagian pekerjaan berlangsung di area PHKT dan saat itu kolaborasi antar AP PHI juga merupakan hal baru. Namun, situasi kurang lancar hanya sedikit terjadi di awal, selebihnya tim proyek mendapat komitmen dan dukungan luar biasa dari manajemen PHKT sehingga proyek berlangsung mulus. 

Tantangan lainnya, proyek ini merupakan brownfield project di fasilitas yang masih beroperasi dan sebagian sudah uzur. “Dukungan tim Field Operations sangat penting untuk suksesnya proyek ini, termasuk support yang baik terutama dari site SPS. Kedua hal ini merupakan perwujudan tata nilai AKHLAK terutama Kolaboratif,” ungkap Ignaz.  

Di sisi lain interface pekerjaan antar kontraktor yang bekerja di platform juga harus dikelola, karena harus dipastikan tidak ada item pekerjaan yang tak bertuan atau malah kedua kontraktor sama-sama mengerjakannya. “Sehingga kami buat kontraknya secara rinci untuk setiap interface point, sejak awal sudah dibuat antisipasi untuk setiap pekerjaan. Jadi kami mirip bermain catur, mengatur siapa yang maju, siapa yang mundur,” kata Bangun. 


DOWNLOAD