JELAJAH | Menelusuri Surga Minyak di Bumi Paguntaka (Bagian 2)

  August 07, 2024
JELAJAH | Menelusuri Surga Minyak di Bumi Paguntaka (Bagian 2)

  August 07, 2024

Setelah membahas sejarah minyak di kota Tarakan pada masa sebelum kemerdekaan, di edisi kali ini 
Energia Kalimantan ingin mengajak pembaca untuk lebih mengenal bagaimana kondisi sumur-sumur minyak di Tarakan pada era Perang Dunia ke-2, hingga hadirnya Pertamina dalam mengelola minyak dan gas di Tarakan. Bagaimana kisahnya?


Jika pada edisi sebelumnya, Abdul Salam, Kepala Bidang Kebudayaan dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata Kota Tarakan bercerita tentang sejarah penemuan minyak di Bumi Paguntaka hingga dikelola oleh Bataafsche Petroleum Maatschppij (BPM), kini ia kembali mengisahkan kondisi Tarakan di era kemerdekaan. Kisah yang diceritakan oleh Abdul pun, kami ramu dengan beberapa sumber lain seperti media online Kompas.com1, National Geographic2, dan Tribunnews.com3.

 

Masih secara runut, Abdul menyampaikan bahwa masa keemasan produksi minyak di Tarakan terjadi pada jangka waktu tahun 1930 hingga 1940an. Pada saat itu, BPM benar-benar menguasai penuh produksi minyak di Tarakan, baik digunakan untuk keperluan Belanda maupun dijual ke negara Sekutu. Keberadaan BPM tentu memegang peranan penting karena merupakan operator terlama yang mengelola minyak di Tarakan, yakni selama 40 tahun. Pada awal produksinya, BPM mampu memproduksi minyak sebanyak 23 ton. Sementara pada tahun 1928, BPM sudah berhasil mengebor 418 sumur minyak di area Pamusian dengan produksi sebanyak 1.304.303 ton atau setara 26.083 barel per hari. Sumur-sumur tersebut mereka bagi menjadi empat struktur, yaitu Mangatal, Juata, Sesanip, dan Pamusian.

 

Dalam catatan yang ia ketahui, orang-orang Jepang sebenarnya sudah mulai berdatangan ke Tarakan sejak tahun 1936. Meskipun demikian, kedatangan mereka ini adalah untuk melakukan kerja sama bisnis (konsesi) dengan pemerintahan Belanda terkait kayu. Konsesi tersebut cukup banyak mendatangkan pekerja dari Jepang, sehingga mereka pun bermukim di Tarakan.

 

Keberadaan orang Jepang yang pada saat itu berada di pihak aliansi poros bersama Jerman dan Italia ternyata tidak menguntungkan bagi Belanda. Selain menjalankan konsesi tersebut, orang Jepang ini juga menganalisis dan mempelajari bagaimana sistem pertahanan serta militer Belanda di Tarakan. Secara perlahan tapi pasti, pada tahun 1939 informasi mengenai strategi dan  sistem pertahanan Belanda di Tarakan, dibocorkan kepada pihak Jepang. Upaya ini dilakukan tidak lain adalah untuk merebut dan menguasai sumur minyak milik Belanda di Bumi Paguntaka yang hingga tahun 1942 berjumlah kurang lebih 700.

 

Benar saja, sejak Perang Pasifik meletus pada 1941 tercatat adanya percobaan penyerangan oleh Jepang ke Tarakan. Meskipun serangan ini berhasil digagalkan oleh Belanda, namun informasi keberadaan minyak dengan kualitas terbaik saat itu berhasil diketahui oleh Jepang dari para pekerja asal Jepang di Tarakan.  Dengan adanya serangan ini, Belanda mulai merasa khawatir akan direbutnya kekayaan minyak yang mereka miliki. Untuk menghadapi kemungkinan terburuk, mereka menyiapkan 2 skenario, yaitu mati-matian menjaga sumur minyak mereka, namun jika tidak memungkinkan, mereka akan membakarnya agar tidak jatuh ke tangan negara lain, dalam hal ini Jepang.

 

Dengan adanya penyerangan yang dilakukan tentara Jepang tersebut, Belanda akhirnya membuat bunker-bunker untuk persembunyian tentara-tentaranya. Termasuk mendirikan rumah bagi prajurit dan perwira. Peninggalan dari Belanda tersebut saat ini masih ada dan bisa kita saksikan bersama. Peninggalan tersebut seperti bunker di Bandara Juata Tarakan, Peningki, Selumit dan beberapa lokasi lainnya di Tarakan. Ada juga Rumah Boendar yang dulunya merupakan perumahan tentara Belanda, letaknya berada di sebelah Kantor DPRD Kota Tarakan. Kini rumah tersebut berubah menjadi Musem Flora dan Fauna yang dikelola Badan Lingkungan Hidup (BPLH) Tarakan.

 

Singkat cerita, tibalah saat pergerakan armada pasukan Jepang berusaha menginvasi kembali Tarakan pada 10 Januari 1942. Berita ini terdengar oleh layanan penerbangan Angkatan Laut Belanda. Letkol Simon de Waal yang saat itu memimpin militer Belanda di Tarakan pun segera memerintahkan agar semua instalasi minyak di Tarakan dihancurkan. Hingga 10 Januari 1942 pukul 22.00 waktu setempat, sebanyak 10.000 ton minyak telah habis dilalap api. Pulau Tarakan pun berkobar.

 

Abdul menjelaskan bahwa untuk merebut Tarakan, Jepang berencana akan mendarat dari dua sisi timur pulau. Sisi sayap kanan, yang dipimpin oleh komando Kolonel Yamamoto, akan mendarat di pantai dekat Sungai Amal. Sementara sayap kiri akan mendarat di Tanjung Batu. Keesokan harinya, tepatnya pada 11 Januari 1942, sayap kanan dari pasukan pendudukan Jepang mulai mendarat di bagian timur Tarakan.

 

Dilansir dari kompas.com, Belanda yang mengetahui kedatangan Jepang, telah mempersiapkan diri dan segera meluncurkan pesawat-pesawat bomber Angkatan Udara KNIL-ML dari lapangan udara di Samarinda dan Balikpapan. Pertempuran terus merembet hingga ke pangkalan laut. Pada 11 Januari 1942 malam, kapal selam Belanda, K-X, kapal patroli P-1, dan sekunar motor BPM Aida, menyelinap ke perairan dan berusaha untuk mencapai ujung sungai hulu ke Samarinda. Namun, pada pukul 21.57, kapal perusak Jepang Yamakaze, yang dikomandoi oleh Letnan Komandan Shuichi Hamanaka, melihat siluet kapal milik Belanda dan mengikutinya. Pada pukul 23.18, Kapal Yamakaze meningkatkan kecepatannya dan berusaha mendekati kapal Belanda. Empat menit kemudian, kedua kapal ini saling melepaskan tembakan dan dalam waktu 10 menit, sebanyak 102 orang dari pihak Belanda, tewas. Hingga keesokan harinya, pasukan Jepang menyerang Tarakan dan masih terus diladeni oleh Belanda.

 

Perang Tarakan diakhiri pada 12 Januari 1942 ketika pasukan Belanda banyak yang ditawan dan persenjataan mereka direbut oleh Jepang. Akibat Perang Tarakan, setidaknya 255 orang dari pihak Jepang tewas dan 871 orang Belanda menjadi tawanan Jepang. Selain itu, pasukan Jepang juga merebut 9 senjata anti-pesawat, 69 senapan mesin, 556 senapan, 15 mobil lapis baja, serta 67 motor dan amunisi milik Belanda. Tak ayal, serangan pasukan Jepang yang cepat dan mematikan telah memaksa Komandan Belanda di pulau itu segera menyerahkan diri pada 13 Januari 1942.

 

Kondisi sumur dan fasilitas produksi minyak saat itu dalam kondisi rusak dan terbakar. Akan tetapi, dengan kemampuan yang dimiliki oleh Jepang, tidak perlu waktu lama bagi mereka untuk dapat mengembalikan kondisi lapangan minyak milik Belanda tersebut. Tercatat sejak bulan Mei 1942, Jepang melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan nama sumur E (Enemi) 657. Pada tahun 1943 sebagian sumur minyak telah berhasil diperbaiki oleh Jepang dan mulai berproduksi kembali dengan optimal. Kondisi tersebut terus berlanjut hingga menjelang pertengahan tahun 1945, saat itu Jepang berhasil mengebor sumur E 829. Hanya dalam waktu 3,5 tahun, secara total Jepang mampu mengebor 174 sumur minyak di Tarakan.

 

Abdul mengemukakan bahwa terdapat perbedaan yang cukup mencolok terkait operasi produksi minyak di Tarakan antara Belanda dan Jepang. Perbedaan tersebut antara lain, pola produksi minyak pada era Belanda lebih teratur karena digunakan untuk keperluan bisnis. Sedangkan pada era Jepang, eksploitasi besar-besaran dilakukan selain untuk keperluan industri di Jepang, juga digunakan untuk menyokong Perang Dunia II. Hal ini menyebabkan para pekerja minyak di era Jepang lebih menderita karena diberlakukan sistem kerja paksa romusa. Kondisi ini berlangsung selama kurang lebih 40 bulan.

 

Selanjutnya, pada 1 Mei 1945 tentara Australia meluncurkan operasi bernama Obo Satu dengan mengirimkan kurang lebih 20.000 pasukan untuk menyerang Tarakan. Saat itu Pulau Tarakan hanya dijaga oleh 2.000 prajurit Jepang, sedikitnya jumlah pasukan Jepang ini merupakan imbas dari penyerangan-penyerangan tentara Sekutu di beberapa wilayah lain. Meski sudah mempersiapkan diri dengan sangat baik, ternyata merebut Tarakan dari Jepang tidaklah mudah. Pertahanan dan taktik perang dari Jepang menyulitkan tentara Australia. Serangan yang dikenal sebagai Pertempuran Tarakan II ini berlangsung selama 4 hari dan memakan korban hingga 15.000 pasukan Sekutu.

 

Meskipun demikian, kontak senjata antara Sekutu dan Jepang terakhir terjadi pada bulan September 1945. Tetapi di puncak pertempuran itu, sudah terlihat jelas akan kemenangan pasukan Sekutu di Tarakan. Beberapa serdadu Jepang melarikan diri menggunakan perahu mereka, tetapi pada akhirnya berhasil tertangkap oleh angkatan laut Australia. Proses panjang tersebut terjadi hingga pada akhirnya tentara Australia berhasil menguasai Pulau Tarakan.

 

Menurut penuturan Abdul, Pertempuran Tarakan II ini berdampak lebih parah terhadap Pulau Tarakan. Hal ini disebabkan oleh banyaknya pengeboman yang dilakukan oleh tentara Sekutu. Alhasil kondisi sumur dan fasilitas produksi minyak di Tarakan nyaris dibumihanguskan secara keseluruhan. Setelah pasukan Jepang hengkang dari Tarakan, proses transisi pengelola minyak di Tarakan sempat berpindah tangan kembali ke BPM. Hal ini terjadi karena informasi kemerdekaan Republik Indonesia tidak serta merta langsung sampai di telinga masyarakat Tarakan dan sekitarnya. Baru sekitar tahun 1950, upacara peringatan kemerdekaan Republik Indonesia dilaksanakan di Tarakan.

 

Lebih lanjut, Abdul menyampaikan bahwa beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia, pemerintah Indonesia baru mengambil alih pengelolaan eksplorasi dan produksi minyak di Tarakan melalui Pertamin atau sekarang dikenal dengan nama Pertamina. “Pada masa transisi kemerdekaan, pengelolaan minyak di Tarakan masih dilakukan oleh BPM. Hal ini merupakan hasil analisis sejarawan di Tarakan. Mengingat berita kemerdekaan Republik Indonesia terdengar sampai di Tarakan adalah sekitar tahun 1950, hasil analisis menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1945 s.d. 1953, pelaporan hasil produksi minyak masih dilakukan oleh BPM. Baru setelah itu, dibeli oleh pemerintah RI melalui Pertamin,” tuturnya.

 

Pertamin yang berubah menjadi Pertamina mengelola migas di Tarakan hingga tahun 1972. Selanjutnya, pada tahun 1972 dilakukan proses Technical Assistance Contract (TAC) bersama Tesoro hingga tahun 1992. Pada 15 Juni 1992, saham Tesoro beserta assetnya dibeli oleh Arifin Panigoro, pengusaha nasional dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT Exspan Kalimantan. PT Exspan sendiri pada tahun 2004 berubah menjadi Medco E&P Tarakan. Selain memelihara sumur-sumur tua (TAC), Medco juga berhasil menemukan 33 sumur-sumur minyak dan gas baru di Tarakan.

 

Pada tahun 2008, sebagian pengelolaan ladang migas di Tarakan diambil alih oleh PT Pertamina EP Asset 5 (PEP Asset 5). PEP Asset 5 ini memiliki dua area kerja, yakni Sembakung (Nunukan), dan Tarakan. Sejak adanya restrukturisasi organisasi pada April 2021 silam, PEP Tarakan berada di bawah naungan PT Pertamina Hulu Indonesia yang mengelola regional 3 Kalimantan. Hingga saat ini, terdapat 1.442 sumur minyak di Tarakan, namun yang beroperasi keseluruhan hanya 254 sumur.

 

Dengan mengedepankan inovasi dan teknologi, banyak capaian yang berhasil dilakukan oleh PEP Tarakan Field baik secara produksi, inovasi, ataupun pemberdayaan masyarakat. Pada 16 Agustus 2023 lalu, PEP Tarakan Field berhasil memproduksikan minyak dari sumur Pamusian (PAM-1090) sebesar 1.000 bopd. Dengan capaian produksi sumur ini, total produksi lapangan Tarakan meningkat menjadi 2.700 bopd, yang merupakan tertinggi sejak tahun 2008 silam. PEP Tarakan Field pun telah melakukan pengembangan struktur Pamusian sejak 5 tahun terakhir, harapannya akan memberikan dampak positif bagi industri migas nasional dan tentunya bagi masyarakat sekitar wilayah kerja.

 

Nah Perwira, demikian rangkaian kisah penelusuran surga minyak di Pulau Tarakan yang penuh perjuangan. Pulau Tarakan menjadi saksi sekaligus bagian dari sejarah penting bagi dunia pada saat itu. Bagi Perwira yang memiliki kesempatan berkunjung ke Tarakan, jangan lupa untuk mengunjungi situs-situs bersejarah atau ke Museum Minyak dan Perang Dunia di Tarakan yaa. Kira-kira, redaksi Energia Kalimantan akan menjelajah sejarah atau tempat mana lagi ya? Nantikan edisi berikutnya!


1. https://www.kompas.com/stori/read/2022/02/16/140000079/pertempuran-tarakan-1942--latar-belakang-kronologi-dan-dampak?page=all#google_vignette

2. https://nationalgeographic.grid.id/read/132752805/pertempuran-tarakan-jejak-mengusir-jepang-di-akhir-perang-dunia-ii?page=all

3. https://kaltim.tribunnews.com/2018/08/16/pulau-tarakan-kaya-potensi-minyak-bumi-belanda-dan-jepang-berebut-menguasai#google_vignette

DOWNLOAD