UNJUK GIGI | Menyelami Dalamnya Bumi di Luasnya Samudera

  April 06, 2022
UNJUK GIGI | Menyelami Dalamnya Bumi di Luasnya Samudera

  April 06, 2022

Don’t wait any longer. Dive in the ocean. Leave and let the sea be you - Rumi

Rumi menggambarkan kenikmatan menyelam yang dirasakan oleh tiga Perwira Divers Regional 3 Kalimantan. Mereka adalah Shanti R. Witoelar (Relations/Regional 3), Hendar Suhendar (SCM & AM/Zona 8), dan Dwito Indrawan (SCM & AM/Regional 3).  Meski memulai ketertarikan menyelam dengan kisah yang beragam, cerita ketiganya pada Energia Kalimantan mampu menghanyutkan imajinasi untuk menyelami dalamnya bumi di luasnya samudera.

 


 

 

Berkenalan dengan Selam

 

Dunia selam kini makin banyak diminati kaum hawa. Seperti Shanti yang terinspirasi untuk menyelam dari paman dan bibinya. Tahun 2011, Shanti mulai mencoba mengikuti latihan menyelam bersama rekan kerjanya di Bubbles Dive Center, tak jauh dari kantornya di Jakarta. Perasaan ragu saat pertama menyelam tentu bukan hal yang aneh. Wajar, kita makhluk hidup yang diciptakan hidup di darat, bukan di air.

 

Begitu juga dengan Hendar yang pertama kali mencoba Discovery Scuba Dive, kegiatan selam terbatas dengan prosedur ketat dan didampingi instruktur, di Tanjung Benoa tahun 2006 lalu. Perasaan takut tenggelam juga menyelemuti Hendar meski ia diajak oleh kakak iparnya, yang sudah menyelam sejak di bangku kuliah.

 

Lain halnya dengan Dwito, ia memulai menceburkan diri di dunia selam karena keharusan. Memulai di tahun yang sama dengan Hendar, Dwito saat itu harus mengambil mata kuliah selam ilmiah sebagai salah satu mata kuliah wajib di jurusan Ilmu Kelautan. Menjadi asisten praktikum mata kuliah tersebut, Dwito banyak menerima ajakan selam cuma-cuma sebagai mentor untuk sertifikasi selam. Semakin sering ia menyelam, ia semakin ketagihan!

 

Bersiap Menyelam: Awas Kena Mental!

 

Selam menjadi salah satu olahraga favorit ketiganya karena tidak memerlukan persiapan fisik khusus, tentunya setelah memiliki diving license atau sertifikat menyelam. Namun demikian, tubuh harus tetap bugar ya sebelum menyelam. Shanti menekankan pentingnya ketenangan mental sebelum menyelam. Panik adalah musuh utama. Kepanikan membuat seseorang tidak bisa berpikir jernih, mengatur nafas, dan tentu sangat membahayakan jiwa. Menurut Hendar, salah satu kunci untuk merasa tenang bagi belum memiliki license adalah yakin bahwa dive leader ada di dekat kita. Bagi yang sudah licensed, jangan lupa untuk tetap dekat dengan buddy dan dive leader agar koordinasi dengan tim dapat berjalan dengan baik.

 

Yang menarik, menyelam juga merupakan kegiatan tim yang tidak bisa mengesampingkan keselamatan bersama. Jika seorang diver mendapat masalah baik kendala peralatan atau bahkan diserang kepanikan, dive leader akan menentukan apakah kegiatan dilanjutkan atau dibatalkan. Seluruh anggota grup harus mengikuti instruksi untuk safety stop di kedalaman 5 meter dan kemudian naik ke permukaan.

 

Shanti menambahkan, rasa panik itu bisa datang tiba-tiba. Namun, ia selalu meyakinkan diri bahwa ia akan kembali ke darat dengan selamat. “Saat saya sudah di dalam laut, saya lupa dengan semuanya, saya tenang, nafas lebih teratur, dan banyak visual indah yang saya lihat,” tuturnya.

 

 

Terombang-ambing Arus: Apa Masih Bisa Terus?

 

Selain badan yang bugar serta pikiran yang tenang dan segar, divers juga harus memilih waktu yang tepat untuk menyelam, jangat saat musim hujan atau angin kencang. Meski sudah menentukan waktu yang tepat, bukan berarti di dalam sana divers bisa tenang-tenang saja. Arus kencang dalam laut bisa datang tak terduga! Sebelum menyelam, kita akan mendapat briefing tentang kondisi cuaca dan potensi arus di dalam laut. Namun, laut selalu membawa misterinya sendiri. Seperti kisah Dwito di Maratua & Wakatobi.

 

 

Di Maratua, Dwito mendapat brief tentang arus kencang yang bakal menghadang. Siapa sangka, ternyata sangat sulit mengayuh melawan arus yang bergemuruh. Jika tidak mengayuh, kita bisa terseret arus!  Dwito sekuat tenaga menggerakkan kakinya melawan arah arus yang makin terasa menggerus kekuatannya. Saat itu, ia terjebak di wall dan berbelok-belok. “Rasanya udah kayak mau mati!” kenangnya. Ini adalah kali pertama ia bertemu dengan arus sekencang itu.

 

Lalu, apa yang bisa kita lakukan ketika terjebak dalam arus kencang? Dwito mengingatkan agar kita tetap berusaha tenang dan mengatur nafas. Karena ketersediaan oksigen dalam tabung sangat ditentukan oleh teknik pernafasan kita.

 

Lain Maratua, lain pula kisah di Wakatobi. Dwito bercerita saat itu tidak ada brief akan ada arus kencang. Para divers dibagi ke dalam kelompok sesuai dengan tingkat kesulitan medannya. Ketika sedang asyik bercengkrama dengan kumpulan ikan yang memesona, tiba-tiba Dwito terpencar dari kelompok. Untungnya, ia masih berdua dengan dive leader. Oiya, salah satu jargon diving adalah “Never Dive Alone”. Karena ketika terjadi kondisi darurat, ada dive buddy yang dapat membantu. Saat mengambil license. Divers juga akan diajarkan cara berkomunikasi di dalam air dengan menggunakan kode tangan. Dive leader biasanya juga melengkapi diri dengan alat tulis sederhana.

 

Berlanjut dengan Dwito yang terpesona dan terus berfoto ria dengan rombongan barakuda, tiba-tiba ia dikejutkan dengan arus kencang yang menerjang tubuhnya. Saat itu, ia berupaya keras menancapkan pointer ke substrat (permukaan dasar laut) agar tidak terseret arus yang semakin ganas. Namun, si arus sedang murka, pointer pun sampai lepas dari substrat dan genggaman tangan. Merengkuh sisa-sisa tenaga yang ada, Dwito menancapkan tangannya ke substrat dan tertaih merangkak, mencari tempat berlindung. Mendapati karang mati, ia duduk menghadap arah datangnya arus agar tubuhnya tertahan oleh karang tempat ia bersandar. Saat itu bukan lagi diombang-ambing, tubuh melawan tamparan arus rasanya seperti dikeroyok dan ditonjok serombongan massa yang rakus.

 

 

Hmm.. terdengar mengerikan ya? Pengalaman-pengalaman itu ternyata tidak membuat para divers kapok lo! Justru, mereka semakin banyak belajar untuk dapat mengatur ketenangan dan teknis pernapasan yang baik di segala medan, termasuk menyelam saat malam.

 

Salah satu bagian dari pelajaran saat sertifikasi menyelam tingkat lanjut adalah night diving atau menyelam malam hari. Menyelam di malam hari tentunya punya tantangan sendiri. Laut jauh lebih gelap dan divers harus mengandalkan senter untuk dapat melihat ke depan. Namun, kesulitan yang dihadapi terbayar oleh pengalaman yang didapat. Menyelam di malam hari memungkinkan kita bertemu dengan spesies laut yang berbeda dengan siang hari.

 

 

Mengagumi Atlantis yang Sesungguhnya

 

Menyelam bak menikmati atlantis yang sesungguhnya. Bukan kerajaan utopis yang katanya tenggelam dan sirna, namun atlantis yang dipenuhi berbagai jenis dan ukuran biota laut menari-nari di hadapan kita. Hendar berujar, menyaksikan pemandangan yang jauh berbeda dengan daratan dan merasakan sensasi melayang saat turun di dive spot yang berarus adalah pengalaman tak ternilai.

 

Hendar mengaku hampir semua diving spot berkesan untuknya. Namun, Raja Ampat, Labuan Bajo, dan Sabang adalah lokasi terbaik yang pernah ia selami. Berbeda dengan Shanti, menyelam di Tulamben, Bali menjadi salah satu pengalaman terbaik untuknya. Salah satu spot di Tulamben mengharuskan divers untuk berjalan ke diving spot. Hal ini dikarenakan spot yang tidak terlalu dalam sehingga kapal bersandar di tepian. Shanti harus berjalan di atas bebatuan membawa tabung yang tentu melelahkan.  “Sangat lelah, tapi pemandangan di bawah sangat indah!” kenangnya.   Selain Tulamben, Shanti juga memiliki bucket list yang ia ingin kunjungi seperti Morotai dan Wakatobi. Senada dengan Shanti, Dwito yang pernah berjibaku dengan arus di Wakatobi, masih ingin kembali kesana untuk menjajal tiga pulau lain yang belum ia selami.

 

Menyelami Dalamnya Lautan dan Rekening Tabungan

 

Menyelam bukan olahraga murah. Ada sertifikasi dan peralatan yang dibutuhkan. Beberapa perlengkapan besar seperi tabung, regulator, rompi, dan fins (kaki katak) bisa disewa. Namun, peralatan personal seperti goggles dan wet suit lebih baik dimiliki pribadi. Beberapa diver di saat pandemi ini juga lebih memilih menggunakan regulator pribadi untuk alasan keamanan dan kesehatan. Untuk range harga bisa sangat bervariasi ya, yang penting kita fokus ke kegunaannya. 

 

Untuk mendapatkan diving license, divers harus mengikuti latihan teori, tes tertulis, dua kali sesi diving di kolam, hingga empat kali sesi diving dan ujian praktik di laut. Latihan di kolam sangat penting untuk membiasakan divers dengan penggunaan peralatan, teknik pernafasan dan teknik menyelam.

 

Ketika sudah punya license dan gear, sobat divers masih perlu merogoh kocek cukup dalam untuk menuju lokasi selam yang diimpikan. Bayangkan saja, sekali nge-trip, setidaknya perlu dua kali transit flight hingga bandara terdekat ke spot cantik yang dituju. Durasi perjalanan pun setidaknya butuh 5-7 hari kalender. Kebutuhan akomodasi di darat beserta transportasi kapal kurang lebih mencapai 5 juta rupiah.

.

 

Apakah Selam Untukmu?

 

Nah, bagaimana kita tahu apakah kita cocok dengan selam? Hendar berbagi tips untuk Perwira yang tertarik dengan diving. Menurut Hendar, Perwira dapat menjajal Discovery Scuba Dive agar dapat mengenal peralatan dan teknik diving dengan baik. Dengan dasar tersebut, kita bisa memutuskan apakah diving menjadi hobi yang akan terus kita tekuni atau tidak. Jadi, jangan buru-buru ambil sertifikasi ya, supaya diving license nya tidak sia-sia.

 

DOWNLOAD