OPINI | Reputasi

  January 08, 2024
OPINI | Reputasi

  January 08, 2024

Oleh: 
Pandjie Galih Anoraga
Assistant Manager Communication Relations Regional 3 
 

Peribahasa gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, mengandung arti bahwa manusia mati akan dikenang dari jasa atau semua perbuatannya. Perbuatan baik ataupun buruk akan tetap dikenal meskipun seseorang sudah mati. Nama baik itu lebih berharga daripada harta, karena disaat seseorang wafat, nama baik lah yang dikenang. Sebaliknya jika perbuatannya buruk selama hidupnya, maka nama buruk/belangnya lah yang terlihat atau terungkap pada saat kematian.

 


 

Beberapa waktu lalu media konvensial maupun media sosial sempat dihebohkan dengan berita seorang anak muda berinisial MDS (20) yang melakukan penganiayaan terhadap seorang anak lainnya berinisial CDO (17). Yang dampaknya, korban terbaring dalam kondisi koma di rumah sakit selama beberapa bulan. Kasusnya berlangsung cukup lama dan terus mendapatkan perhatian bagi banyak pihak. Namun demikian, ada yang menarik. Bahwa dari kejadian itu, ada institusi yang terdampak cukup berat, yaitu Kementerian Keuangan (Kemenkeu) khususnya Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Reputasi Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Pajak serasa terjun bebas. Terlebih kejadian ini terjadi pada bulan-bulan dimana masyarakat diimbau untuk lapor SPT dan memenuhi kurang bayar pajak.

 

Suara sumbang dan meme bermunculan di linimasa media sosial, bahkan ada gerakan yang mengajak untuk tidak bayar pajak. Tentu ini akan membawa dampak buruk yang masif bila tidak segera ditangani. Sri Mulyani, Menteri Keuangan Republik Indonesia pun harus turun tangan langsung untuk memberi semangat kepada pegawai pajak ketika berkunjung di Solo. "Saya mengunjungi Kantor Wilayah Pajak II di Solo untuk bertemu seluruh pegawai Kemenkeu, terutama jajaran pajak untuk berdialog dan mendengar langsung suasana hati dan kondisi para pegawai," ujarnya dalam akun Instagram @smindrawati, Senin (27/2/2023). (Dilansir dari kompas.com)

 

Sri Mulyani meyakini mayoritas pegawai Kemenkeu termasuk jajaran Ditjen Pajak adalah mereka yang telah bekerja secara baik, benar, lurus, dan jujur. Maka, dengan kehebohan yang melibatkan salah satu pegawai pajak belakangan ini membuat mereka kecewa. Sri Mulyani memastikan, semangat jajarannya tidak surut untuk menjalankan tugas negara yakni mengelola serta menjaga APBN dan keuangan negara. Kemenkeu akan terus fokus menjalankan tugas, memperbaiki cara kerja, melayani masyarakat, dan mendengar masukan untuk perbaikan. Selain itu, akan terus meningkatkan akuntabilitas dan transparansi karena uang negara adalah amanah rakyat.

 

Lantas, apa itu reputasi? Dan seberapa penting menjaga reputasi itu?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna kata re·pu·ta·si /réputasi/ n adalah perbuatan dsb., sebagai sebab mendapat nama baik. Menjaga reputasi bukanlah hal yang mudah, murah dan cepat. Butuh waktu yang cukup lama dan biaya yang tinggi untuk menjaga dan meningkatkan reputasi, sementara butuh waktu yang sangat singkat untuk menghancurkannya. Dalam kajian mitigasi risiko, di bagian aspek kualitatif, reputasi turut menjadi prioritas yang wajib dilakukan mitigasi agar dapat dihindarkan atau ditekan dampaknya bila terjadi kejadian terkait dengan citra perusahaan yang berujung pada terpengaruhnya reputasi.

 

Why Change?

Begitu juga dengan Pertamina. Butuh waktu yang cukup lama untuk merubah dan memperbaiki citra reputasi Pertamina zaman kuda laut hingga Pertamina kini. Dilansir dari buku Communication and Human Behavior (Fifth Edition) karya Brent D Ruben dan Lea P. Stewart, teori gunung es komunikasi adalah aspek yang terlihat dan tidak terlihat dari komunikasi manusia. Pertamina, pada tahun 2005  yang lalu mengganti logo sebagai strategi komunikasi transformasi untuk aspek yang terlihat. Jika dulu memakai lambang kuda laut sekarang diganti dengan garis tebal tiga warna. Dirut Pertamina, Widya Purnama ketika itu menyampaikan alasan mengapa harus berubah? "Apakah logo lama sudah tidak relevan lagi?". Widya Purnama menjawab pertanyaan ini dengan memakai salah satu rumus bisnis yang menyatakan logo adalah citra perusahaan.

 

Pertamina menginginkan adanya sebuah citra baru menjadi perusahaan kelas dunia yang sehat, dinamis, unggul, kompetitif dan tentunya bebas korupsi. Kemudian, untuk melakukan hal itu mereka memerlukan sebuah gong besar berupa pergantian logo.

 

Lantas, sejak gaung transformasi Pertamina 2005 hingga 2023 ini apa yang dirasakan?

 

Saya pribadi menilai citra dan reputasi Pertamina sudah semakin membaik dan mulai dikenal positif oleh para pemangku kepentingan, meskipun beberapa isu terjadi namun tidak serta merta menjatuhkan reputasi Pertamina yang sudah dibangun cukup lama ini. 

 

Kita sebagai Perwira , wajib untuk turut serta dalam menjaga reputasi perusahaan tempat kita bekerja. Menjaga reputasi bukan hanya tanggung jawab Humas/Relations/Corsec semata. Sama halnya dengan semangat HSSE is everybody business, maka reputation is also everybody responsibility. Selama melekat embel-embel "Pertamina", maka setiap tindak-tanduk kita baik di dunia nyata maupun di media sosial akan dengan mudah dikaitkan dengan Perusahaan. Maka dari itu, saya mengajak agar kita selalu ingat, untuk jaga sikap dengan baik. Terapkan tata Nilai AKHLAK dalam setiap aktivitas kita sehari-hari. Pertamina Jaya Jaya Jaya!

Salam AKHLAK. 

DOWNLOAD